Mengenal Pengobatan Cara Nabi (2)

Mengenal Pengobatan Cara Nabi (2)

mengenal-pengobatan-cara-nabi 
 
Oleh: Abu Nafi’ Abdul Ghaffar al-Atsary

Pada bagian pertama tulisan ini, telah kami sampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan pengobatan cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah mengenalkan pengobatan yang sesuai dengan bimbingan wahyu, serta definisi dari istilah Thibbun Nabawi Pada bagian ke-2 ini, kami hendak menyuguhkan kepada pembaca sekalian, beberapa hal yang merupakan kekhususanThibbun Nabawi, anjuran untuk berobat sesuai dengan bimbingan syariat Islam, dan beberapa contohnya.

Pengobatan Alternatif (Asy Sya’by–al Badiil) dan Kekhususan Thibbun Nabawi
Di kalangan masyarakat tradisional Arab, Persia, India, dan Mesir, sejak zaman dahulu telah dikenal aneka resep obat dan berbagai jenis terapi pengobatan. Di antaranya adalah pemanfaatan rerumputan, akar–akaran, kayu, dedaunan, batuan, dan jenis mineral tertentu sebagai ramuan pengobatan. Di kalangan mereka juga sudah dikenal istilah pijat atau massagekayhijamah (bekam atau cupping), dan masih banyak lagi. Jenis pengobatan seperti ini dikenal dengan sebutan thibb asy-sya’biy pengobatan tradisionalatau thibb al badiil (pengobatan alternatif).

Sementara itu, pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkembang juga metode pengobatan yang berdasarkan dari wahyu Allah yang dalam prakteknya merupakan penggabungan berbagai macam jenis pengobatan yang berasal dari bangsa Arab dan di luar Arab. Metode-metode pengobatan tersebut telah dibenarkan berdasar wahyu dan tidak melanggar syariat serta dipandang layak dengan keadaan alam dan kondisi saat itu.

Secara teori dan praktek, dapat dikatakan bahwa Thibbun Nabawi adalah ilmu pengobatan yang disaripatikan dari pesan-pesan, ucapan, perbuatan, persetujuan dan pensifatan dari ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi dapat dipahami, bahwa apa saja yang dijadikan resep berupa materi obat herbal atau syifa’ semisal madu, minyak zaitun, habbatus sauda, bawang putih, kurma ajwa, kurma, air zam-zam, ismid, kam’ah, dan yang selain dari itu, ataupun dari macam-macam terapi seperti hijamah (bekam), khitan, mencukur, wudhu, gurah (sanuuq), dimana ada landasan dalil warid dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka semuanya itu dapat dimasukkan ke dalam pengobatan nabi (Thibbun Nabawi).

Sebaliknya, hal-hal ini sekaligus menjadi pembeda bahwa semua resep obat herbal atau terapi alternatif yang tidak bersumber pada dalil khusus dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka termasuk ke dalam jenis pengobatan adat (thibb sya’bi) atauthibb al badiil.

Sebagai contoh adalah aneka tanaman herbal, bunga, daun, kulit, akar, batuan mineral, yang semuanya terdapat di Jazirah Arab, Gurun Persia, Cina, India, maka semuanya ini termasuk kelompok resep pengobatan alternatif, adat, atau sya’biyyah al badiil.

(Sumber: Thibbun nabawy dan thibb al badiil, Abdul Basith Muh. Sayyid, Kairo, dan beberapa sumber lainnya)

Jenis-jenis pengobatan yang dipraktikkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, secara garis besar terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
  1. Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan alami (natural).
  2. Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan ilahiyyah (petunjuk ketuhanan).
  3. Pengobatan dengan menggabungkan kedua unsur tersebut (Ath-Thibbun Nabawy , Ibnul Qayyim).
Kemudian, para praktisi pengobatan menjabarkan contoh-contohnya secara lebih rinci untuk memudahkan pemahaman, yaitu sebagai berikut :
  • Pengobatan menggunakan bahan obat alami, seperti: madu, minyak zaitun, habbatussauda, kurma, siwak, kam’ah, bawang, dan sebagainya. Syaratnya harus halal dan thayyib;
  • Pengobatan dengan cara terapi, misalnya: hijamah, khitan, gurah (sannuq), al-fashdu (pengeluaran darah melalui vena), mencukur rambut, muntah, mandi, dan sebagainya dengan mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan sunnah;
  • Pengobatan dengan ritual ibadah, misalnya: wudhu, ruqyah syar’iyyah, doa, dzikir, muhasabah, taubat, dan pengobatan jiwa lainnya;
  • Mengnyinergikan seluruh hal telah disebutkan di atas, misalnya: dibekam ketika sakit, diruqyah untuk menghilangkan sihir, kemudian mandi dengan daun bidara (sidr), serta minum habbatus sauda, madu, dan makan kurma ajwa. Semua hal tersebut dilakukan dalam rangka mencari maslahat kesembuhan.
Dapat dipahami pula bahwasanya sifat pengobatan dan unsur pendekatan yang dipraktikkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:
  1. Alamiyyah, artinya pengobatan tersebut menggunakan bahan alami murni baik tanaman herba atau yang selainnya;
  2. Ilmiyyah, artinya setiap dari cara pengobatan nabawi baik materi dan cara terapinya bersumber dari dalil-dali nash yang qath’i dan warid dari wahyu Al-Qur’an dan As-Sunnah;
  3. Wathaniyyah, yakni wathan dalam bahasa arab yang mempunyai makna: daerah setempat dimana herba atau bahan obat itu ada, misalnya mengobati pasien dengan apa yang biasa dia konsumsi, sehingga tubuhnya sudah biasa atau sesuai dengan unsurnya;
  4. Ilahiyyah, yang merupakan unsur terpenting adalah niat dan penyandaran pengobatan itu adalah dengan mentauhidkan Allah, bersih dari unsur kesyirikan, tahayul, dan khurafat. Hal ini karena keyakinan seorang muslim hanya Allah-lah asy-Syaafi, sebagai Dzat yang Maha Menyembuhkan. Selain itu, Allah jugalah yang menurunkan penyakit serta menurunkan obatnya.
Anjuran untuk Berobat Sesuai dengan Bimbingan Syariat Islam
Dari sahabat Usamah bin Syariik radliyallahu Anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
 
“Wahai hamba–hamba Allah, berobatlah, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menurunkan suatu penyakit kecuali telah menurunkan obatnya, melainkan satu penyakit.” Mereka bertanya; ” Apa itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ” Yaitu al-harom (tua/pikun).” HR.dishahihkan oleh at-Tirmidzi, lihat Shahihul Jami’ no 2930).

Dari sahabat Abu Darda radliyallahu Anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya AllahSubhanahu wa Ta’ala menyediakan obat untuk setiap penyakit, maka berobatlah kalian, tetapi jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Abu Dawud).

al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata “Di sini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecualikan kematian dalam riwayat lain yaitu tua/pikun, karena ia serupa dengan kematian, dan sama-sama menurunnya kondisi kesehatan.”

“Sebab–sebab kematian adalah penyakit, sebagaimana akibat–akibat tua umur adalah juga penyakit.” (Aiman Abdul Fatah, asy-Syifa Min Wahyil Khatamil Anbiya).

Lebih jauh lagi, hukum berobat menurut para ulama madzhab terbagi menjadi wajib, mustahab, mubah, makruh, dan haram. Masing-masing hukum ini peletakannya terkait dengan sebab dan tujuan seseorang berobat. Keberadaan berobat kadang hukumnya dapat dikategorikan mubah, mustahab, atau bahkan bisa wajib atau mubah saja, atau justru dihukumi haram, bila seseorang berobat dengan cara-cara atau mengandung bahan-bahan yang tidak sesuai syariat Islam.

Contoh Anjuran Berobat dengan Madu dan Berbekam
Dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Kesembuhan itu ada dalam tiga hal, minum madu, sayatan bekam, dan sundutan api. Aku melarang umatku berobat dengan sundutan api (kay).” (HR. al-Bukhari: 5680)

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di dalam habbatus sauda terdapat penyembuh setiap penyakit.” (HR. al-Bukhari: 5688 dan Muslim: 2215).

Dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwasanya seseorang berdiri dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah obat itu berguna terhadap takdir?” maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Obat termasuk bagian dari takdir, obat bermanfat kepada siapa yang Allah kehendaki sesuai yang Allah kehendaki.” (Hadist hasan, Shahihul Jami’ oleh Syaikh al-Albani: 3416).

http://majalahmuslimsehat.com/mengenal-pengobatan-cara-nabi-2/

Posting Komentar

0 Komentar