SUKU KARO
SUKU Karo
Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.
Eksistensi Kerajaan Haru-Karo
Kerajaan Haru-Karo mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darman Prinst, SH :2004)
Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.
Kerajaan Haru identik dengan suku Karo,yaitu salah satu suku di Nusantara. Pada masa keemasannya, kerajaan Haru-Karo mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru-Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (Sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksmana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D.Prinst, SH: 2004)
Terdapat suku Karo di Aceh Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarikh Aceh dan Nusantara" (1961) dikatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari Ke-20 Mukim bercampur dengan suku Karo yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.
Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau kaum tiga ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.
Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.
Wilayah Suku Karo
Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi:
Kabupaten Tanah Karo
Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung (foto diambil sekitar tahun 1917).
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai atau "Taneh Karo Simalem". Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut trites.Trites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang dihormati.
Kota Medan
Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
Kota Binjai
Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan kota Medan disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari kota Medan sebagai Ibu kota provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Dairi
Wilayah kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian kabupaten Dairi yang merupakan Taneh Karo:
• Kecamatan Taneh Pinem
• Kecamatan Tiga Lingga
• Kecamatan Gunung Sitember
Kabupaten Aceh Tenggara
Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
• Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
• Kecamatan Simpang Simadam
Kabupaten Aceh Tenggara
Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
• Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
• Kecamatan Simpang Simadam
Marga
Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga tersebut disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah:
1. Karo-karo
2. Tarigan
3. Ginting
4. Sembiring
5. Perangin-angin
Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah diantara mereka.
Marga Karo
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Merga Karo terdapat lima kelompok suku Karo, yaitu: Karokaro, Ginting, Tarigan, Sembiring, dan Perangin-angin. Klan (nama keluarga) dalam suku bangsa Karo disebut merga berbeda halnya dengan suku bangsa Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba) yang disebut dengan marga.
Cabang-cabang merga suku Karo dan persebarannya.
A. Merga Karokaro dan cabang-cabangnya
1. Karokaro Sinulingga di Lingga, Bintang Meriah, dan Gunung Merlawan.
2. Karokaro Surbakti di Surbakti dan Gajah.
3. Karokaro Kacaribu di Kutagerat dan Kerapat
4. Karokaro Sinukaban di Kaban dan Sumbul.
5. Karokaro Barus di Barus Jahe, Pitu Kuta.
6. Karokaro Simbulan di Bulanjulu dan Bulanjahe.
7. Karokaro Jung di Kutanangka, Kalang, Perbesi, dan Batukarang.
8. Karokaro Purba di Kabanjahe, Berastagi, dan Lau Cih (Deli Hulu).
9. Karokaro Ketaren di Raya, Ketaren Sibolangit, dan Pertampilen.
10. Karokaro Gurusinga di Gurusinga dan Rajaberneh.
11. Karokaro Kaban di Pernantin, Kabantua, Bintang Meriah, Buluh Naman, dan L. Lingga.
12. Karokaro Sinuhaji di Ajisiempat.
13. Karokaro Sekali di Seberaya.
14. Karokaro Kemit di Kuta Bale.
15. Karokaro Bukit di Bukit dan Buluh Awar.
16. Karokaro Sinuraya di Bunuraya, Singgamanik, dan Kandibata.
17. Karokaro Samura di Samura.
18. Karokaro Sitepu di Naman dan Sukanalu
B. Merga Ginting dan cabang-cabangnya
1. Ginting Munte di Kutabangun, Ajinembah, Kubu, Dokan, Tanggung, Munte, Rajatengah, dan Bulan Jahe.
2. Ginting Babo di Gurubenua, Munte, dan Kutagerat.
3. Ginting Sugihen di Sugihen, Juhar, dan Kutagunung.
4. Ginting Gurupatih di Buluh Naman, Sarimunte, Naga, dan Lau Kapur.
5. Ginting Ajartambun di Rajamerahe.
6. Ginting Capah di Bukit dan Kalang.
7. Ginting Beras di Laupetundal.
8. Ginting Garamata di (Simarmata) Raja Tengah, Tengging.
9. Ginting Jadibata di Juhar.
10. Ginting Suka Ajartambun di Rajamerahe.
11. Ginting Manik di Tengging dan Lingga.
12. Ginting Sinusinga di Singa.
13. Ginting Jawak di Cingkes (?)
14. Ginting Seragih di Lingga Julu.
15. Ginting Tumangger di Kidupen dan Kemkem.
16. Ginting Pase di …. (lenyap?)
C. Merga Tarigan dan Cabang-cabangnya
1. Tarigan Sibero di Juhar, Kutaraja, Keriahen, Munte, Tanjung Beringin, Selakar, dan Lingga.
2. Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu.
3. Tarigan Silangit di Gunung Meriah.
4. Tarigan Tua di Pergendangen, Talimbaru.
5. Tarigan Tegur di Suka.
6. Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Berastepu.
7. Tarigan Gerneng di Cingkes (Simalungun).
8. Tarigan Gana-gana di Batukarang.
9. Tarigan Jampang di Pergendangen.
10. Tarigan Tambun di Rakutbesi, Binangara, Sinaman dll.
11. Tarigan Bondong di Lingga.
12. Tarigan Pekan (Cabang dari Tambak) di Sukanalu
13. Tarigan Purba di Purba (Simalungun)
D. Merga Sembiring dan Cabang-cabangnya
I. Sembiring Siman biang (Tidak biasa kawin campur darah dengan cabang Sembiring lainnya, artinya: tidak diperbolehkan perkawinan dengan sesama merga Sembiring).
1. Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir di seluruh urung Liang Melas.
2. Sembiring Sinulaki di Silalahi.
3. Sembiring Keloko di Pergendangen.
4. Sembiring Sinupayung di Juma Raja dan Negeri
II. Sembiring Simantangken biang (ada dilakukan perkawinan antara cabang merga Sembiring)
1. Sembiring Colia di Kubucolia dan Seberaya.
2. Sembiring Pandia di Seberaya, Payung, dan Beganding.
3. Sembiring Gurukinayan di Gurukinayan.
4. Sembiring Berahmana di Kabanjahe, Perbesi, dan Limang.
5. Sembiring Meliala di Sarinembah, Munte Rajaberneh, Kedupen, Kabanjahe, Naman, Berastepu, dan Biaknampe.
6. Sembiring Pande Bayang di Buluh Naman dan Gurusinga.
7. Sembiring Tekang di Kaban.
8. Sembiring Muham di Susuk dan Perbesi.
9. Sembiring Depari di Seberaya, Perbesi, dan Munte.
10. Sembiring Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata, dan Hamparan Perak (Deli).
11. Sembiring Busuk di Kidupen dan Lau Perimbon.
12. Sembiring Sinukapar di Pertumbuken, Sidikalang(?) Sarintono.
13. Sembiring Keling di Juhar dan Rajatengah.
14. Sembiring Bunuh Aji di Sukatepu, Kutatonggal, dan Beganding
E. Merga Peranginangin dan cabang-cabangnya
1. Peranginangin Namohaji di Kutabuluh.
2. Peranginangin Sukatendel di Sukatendel.
3. Peranginangin Mano di Pergendangen.
4. Peranginangin Sebayang di Perbesi, Kuala, gunung dan Kuta Gerat.
5. Peranginangin Pencawan di Perbesi.
6. Peranginangin Sinurat di Kerenda.
7. Peranginangin Perbesi di Seberaya.
8. Peranginangin Ulunjandi di Juhar.
9. Peranginangin Penggarus di Susuk.
10. Peranginangin Pinem di Serintono (Sidikalang).
11. Peranginangin Uwir di Singgamanik.
12. Peranginangin Laksa di Juhar.
13. Peranginangin Singarimbun di Mardinding , Kutambaru dan Temburun.
14. Peranginangin Keliat di Mardinding.
15. Peranginangin Kacinambun di Kacinambun.
16. Peranginangin Bangun di Batukarang.
17. Peranginangin Tanjung di Penampen dan Berastepu.
18. Peranginangin Benjerang di Batukarang
Sebagian dari marga Peranginangin dan Sembiring dapat kawin sesamanya (antar cabang merga).
Ada pula merga yang melakukan Sejandi yaitu perjanjian tidak saling mengambil atau tidak mengadakan perkawinan antar merga bersangkutan, misalnya : antara Sembiring Tekang dengan Karokaro Sinulingga dan antara Karokaro Sitepu dengan Peranginangin Sebayang.
Rakut Sitelu
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:
1. kalimbubu
2. anak beru
3. senina
Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.
Tutur Siwaluh
Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:
1. puang kalimbubu
2. kalimbubu
3. senina
4. sembuyak
5. senina sipemeren
6. senina sepengalon/sedalanen
7. anak beru
8. anak beru menteri
Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
o Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
o Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
o Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
o anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
o Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.
Aksara Karo
Aksara Karo ini adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi.guna melengkapi cara penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o= ketolongen, x= sikurun, ketelengen dan pemantek
Tari tradisional
Suku Karo mempunyai beberapa tari tradisional, di antaranya:
• Piso Surit
• Lima Serangkai
• Terang Bulan
Kegiatan Budaya
• Merdang merdem = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
• Mahpah = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
• Mengket Rumah Mbaru - Pesta memasuki rumah (adat - ibadat) baru.
• Mbesur-mbesuri - "Ngerires" - membuat lemang waktu padi mulai bunting.
• Ndilo Udan - memanggil hujan.
• Rebu-rebu - mirip pesta "kerja tahun".
• Ngumbung - hari jeda "aron" (kumpulan pekerja di desa).
• Erpangir Ku Lau - Buang Sial.
• Raleng Tendi - "Ngicik Tendi" = memanggil jiwa setelah seseorang kurang tenang karena terkejut secara suatu kejadian yang tidak disangka-sangka.
• Motong Rambai - Pesta kecil keluarga - handai taulan untuk memanggkas habis rambut bayi (balita) yang terjalin dan tidak rapi.
• Ngaloken Cincin Upah Tendi - Upacara keluarga pemberian cincin permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere atau dari Bibi ke Permain).
• Ngaloken Rawit - Upacara keluarga pemberian pisau (tumbuk lada) atau belati atau celurit kecil yang berupa permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere) - keponakan laki-laki.
Merdang Merdem
Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku Karo di Kabupaten Karo. Konon merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara tari tradisional Karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan merdang merdem pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya jatuh di bulan juli.
Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda.
• Hari pertama, cikor-kor.
Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi ke ladang untuk mencari kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
• Hari kedua, cikurung.
Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.
• Hari ketiga, ndurung.
Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.
• Hari keempat, mantem atau motong.
Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk.
• Hari kelima, matana.
Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.
• Hari keenam, nimpa.
Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.
• Hari ketujuh, rebu.
Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktivitas sebagaimana hari-hari biasanya.
Piso Surit
Piso dalam bahasa karo sebenarnya berarti pisau dan banyak orang mengira bahwa Piso Surit merupakan nama sejenis pisau khas orang karo. Sebenarnya Piso Surit adalah nama sejenis burung yang suka bernyanyi. Kicau burung ini bila didengar secara seksama sepertinya sedang memanggil-manggil seseorang dan kedengaran sangat menyedihkan.
Tarian Piso Surit adalah tarian yang menggambarkan seorang gadis yang sedang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian tersebut sangat lama dan menyedihkan dan digambarkan seperti burung Piso Surit yang sedang memanggil-manggil.
Lagu Piso Surit Diciptakan Oleh Djaga Depari salah seorang tokoh masyarakat karo sekaligus komponis nasional pada masa orde lama.
Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.
Eksistensi Kerajaan Haru-Karo
Kerajaan Haru-Karo mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darman Prinst, SH :2004)
Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.
Kerajaan Haru identik dengan suku Karo,yaitu salah satu suku di Nusantara. Pada masa keemasannya, kerajaan Haru-Karo mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru-Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (Sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksmana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D.Prinst, SH: 2004)
Terdapat suku Karo di Aceh Besar yang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarikh Aceh dan Nusantara" (1961) dikatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari Ke-20 Mukim bercampur dengan suku Karo yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.
Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau kaum tiga ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.
Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.
Wilayah Suku Karo
Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi:
Kabupaten Tanah Karo
Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung (foto diambil sekitar tahun 1917).
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai atau "Taneh Karo Simalem". Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut trites.Trites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang dihormati.
Kota Medan
Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.
Kota Binjai
Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan kota Medan disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari kota Medan sebagai Ibu kota provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Dairi
Wilayah kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian kabupaten Dairi yang merupakan Taneh Karo:
• Kecamatan Taneh Pinem
• Kecamatan Tiga Lingga
• Kecamatan Gunung Sitember
Kabupaten Aceh Tenggara
Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
• Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
• Kecamatan Simpang Simadam
Kabupaten Aceh Tenggara
Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
• Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
• Kecamatan Simpang Simadam
Marga
Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima, tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Masyarakat Karo mempunyai sistem marga (klan). Marga atau dalam bahasa Karo disebut merga tersebut disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima, yang berarti marga yang lima. Kelima merga tersebut adalah:
1. Karo-karo
2. Tarigan
3. Ginting
4. Sembiring
5. Perangin-angin
Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara otomatis dari ayah. Merga ayah juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan, kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah diantara mereka.
Marga Karo
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Merga Karo terdapat lima kelompok suku Karo, yaitu: Karokaro, Ginting, Tarigan, Sembiring, dan Perangin-angin. Klan (nama keluarga) dalam suku bangsa Karo disebut merga berbeda halnya dengan suku bangsa Batak (Silindung-Samosir-Humbang-Toba) yang disebut dengan marga.
Cabang-cabang merga suku Karo dan persebarannya.
A. Merga Karokaro dan cabang-cabangnya
1. Karokaro Sinulingga di Lingga, Bintang Meriah, dan Gunung Merlawan.
2. Karokaro Surbakti di Surbakti dan Gajah.
3. Karokaro Kacaribu di Kutagerat dan Kerapat
4. Karokaro Sinukaban di Kaban dan Sumbul.
5. Karokaro Barus di Barus Jahe, Pitu Kuta.
6. Karokaro Simbulan di Bulanjulu dan Bulanjahe.
7. Karokaro Jung di Kutanangka, Kalang, Perbesi, dan Batukarang.
8. Karokaro Purba di Kabanjahe, Berastagi, dan Lau Cih (Deli Hulu).
9. Karokaro Ketaren di Raya, Ketaren Sibolangit, dan Pertampilen.
10. Karokaro Gurusinga di Gurusinga dan Rajaberneh.
11. Karokaro Kaban di Pernantin, Kabantua, Bintang Meriah, Buluh Naman, dan L. Lingga.
12. Karokaro Sinuhaji di Ajisiempat.
13. Karokaro Sekali di Seberaya.
14. Karokaro Kemit di Kuta Bale.
15. Karokaro Bukit di Bukit dan Buluh Awar.
16. Karokaro Sinuraya di Bunuraya, Singgamanik, dan Kandibata.
17. Karokaro Samura di Samura.
18. Karokaro Sitepu di Naman dan Sukanalu
B. Merga Ginting dan cabang-cabangnya
1. Ginting Munte di Kutabangun, Ajinembah, Kubu, Dokan, Tanggung, Munte, Rajatengah, dan Bulan Jahe.
2. Ginting Babo di Gurubenua, Munte, dan Kutagerat.
3. Ginting Sugihen di Sugihen, Juhar, dan Kutagunung.
4. Ginting Gurupatih di Buluh Naman, Sarimunte, Naga, dan Lau Kapur.
5. Ginting Ajartambun di Rajamerahe.
6. Ginting Capah di Bukit dan Kalang.
7. Ginting Beras di Laupetundal.
8. Ginting Garamata di (Simarmata) Raja Tengah, Tengging.
9. Ginting Jadibata di Juhar.
10. Ginting Suka Ajartambun di Rajamerahe.
11. Ginting Manik di Tengging dan Lingga.
12. Ginting Sinusinga di Singa.
13. Ginting Jawak di Cingkes (?)
14. Ginting Seragih di Lingga Julu.
15. Ginting Tumangger di Kidupen dan Kemkem.
16. Ginting Pase di …. (lenyap?)
C. Merga Tarigan dan Cabang-cabangnya
1. Tarigan Sibero di Juhar, Kutaraja, Keriahen, Munte, Tanjung Beringin, Selakar, dan Lingga.
2. Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu.
3. Tarigan Silangit di Gunung Meriah.
4. Tarigan Tua di Pergendangen, Talimbaru.
5. Tarigan Tegur di Suka.
6. Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Berastepu.
7. Tarigan Gerneng di Cingkes (Simalungun).
8. Tarigan Gana-gana di Batukarang.
9. Tarigan Jampang di Pergendangen.
10. Tarigan Tambun di Rakutbesi, Binangara, Sinaman dll.
11. Tarigan Bondong di Lingga.
12. Tarigan Pekan (Cabang dari Tambak) di Sukanalu
13. Tarigan Purba di Purba (Simalungun)
D. Merga Sembiring dan Cabang-cabangnya
I. Sembiring Siman biang (Tidak biasa kawin campur darah dengan cabang Sembiring lainnya, artinya: tidak diperbolehkan perkawinan dengan sesama merga Sembiring).
1. Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir di seluruh urung Liang Melas.
2. Sembiring Sinulaki di Silalahi.
3. Sembiring Keloko di Pergendangen.
4. Sembiring Sinupayung di Juma Raja dan Negeri
II. Sembiring Simantangken biang (ada dilakukan perkawinan antara cabang merga Sembiring)
1. Sembiring Colia di Kubucolia dan Seberaya.
2. Sembiring Pandia di Seberaya, Payung, dan Beganding.
3. Sembiring Gurukinayan di Gurukinayan.
4. Sembiring Berahmana di Kabanjahe, Perbesi, dan Limang.
5. Sembiring Meliala di Sarinembah, Munte Rajaberneh, Kedupen, Kabanjahe, Naman, Berastepu, dan Biaknampe.
6. Sembiring Pande Bayang di Buluh Naman dan Gurusinga.
7. Sembiring Tekang di Kaban.
8. Sembiring Muham di Susuk dan Perbesi.
9. Sembiring Depari di Seberaya, Perbesi, dan Munte.
10. Sembiring Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata, dan Hamparan Perak (Deli).
11. Sembiring Busuk di Kidupen dan Lau Perimbon.
12. Sembiring Sinukapar di Pertumbuken, Sidikalang(?) Sarintono.
13. Sembiring Keling di Juhar dan Rajatengah.
14. Sembiring Bunuh Aji di Sukatepu, Kutatonggal, dan Beganding
E. Merga Peranginangin dan cabang-cabangnya
1. Peranginangin Namohaji di Kutabuluh.
2. Peranginangin Sukatendel di Sukatendel.
3. Peranginangin Mano di Pergendangen.
4. Peranginangin Sebayang di Perbesi, Kuala, gunung dan Kuta Gerat.
5. Peranginangin Pencawan di Perbesi.
6. Peranginangin Sinurat di Kerenda.
7. Peranginangin Perbesi di Seberaya.
8. Peranginangin Ulunjandi di Juhar.
9. Peranginangin Penggarus di Susuk.
10. Peranginangin Pinem di Serintono (Sidikalang).
11. Peranginangin Uwir di Singgamanik.
12. Peranginangin Laksa di Juhar.
13. Peranginangin Singarimbun di Mardinding , Kutambaru dan Temburun.
14. Peranginangin Keliat di Mardinding.
15. Peranginangin Kacinambun di Kacinambun.
16. Peranginangin Bangun di Batukarang.
17. Peranginangin Tanjung di Penampen dan Berastepu.
18. Peranginangin Benjerang di Batukarang
Sebagian dari marga Peranginangin dan Sembiring dapat kawin sesamanya (antar cabang merga).
Ada pula merga yang melakukan Sejandi yaitu perjanjian tidak saling mengambil atau tidak mengadakan perkawinan antar merga bersangkutan, misalnya : antara Sembiring Tekang dengan Karokaro Sinulingga dan antara Karokaro Sitepu dengan Peranginangin Sebayang.
Rakut Sitelu
Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu (artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu:
1. kalimbubu
2. anak beru
3. senina
Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga inti.
Tutur Siwaluh
Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:
1. puang kalimbubu
2. kalimbubu
3. senina
4. sembuyak
5. senina sipemeren
6. senina sepengalon/sedalanen
7. anak beru
8. anak beru menteri
Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:
1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang
2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat dikelompokkan lagi menjadi:
o Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.
o Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah, karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.
o Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.
3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.
4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).
5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang bersaudara.
6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.
7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:
o anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.
o Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga. Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari anak beru disebut juga bere-bere mama.
8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks upacara adat.
Aksara Karo
Aksara Karo ini adalah aksara kuno yang dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi.guna melengkapi cara penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o= ketolongen, x= sikurun, ketelengen dan pemantek
Tari tradisional
Suku Karo mempunyai beberapa tari tradisional, di antaranya:
• Piso Surit
• Lima Serangkai
• Terang Bulan
Kegiatan Budaya
• Merdang merdem = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
• Mahpah = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".
• Mengket Rumah Mbaru - Pesta memasuki rumah (adat - ibadat) baru.
• Mbesur-mbesuri - "Ngerires" - membuat lemang waktu padi mulai bunting.
• Ndilo Udan - memanggil hujan.
• Rebu-rebu - mirip pesta "kerja tahun".
• Ngumbung - hari jeda "aron" (kumpulan pekerja di desa).
• Erpangir Ku Lau - Buang Sial.
• Raleng Tendi - "Ngicik Tendi" = memanggil jiwa setelah seseorang kurang tenang karena terkejut secara suatu kejadian yang tidak disangka-sangka.
• Motong Rambai - Pesta kecil keluarga - handai taulan untuk memanggkas habis rambut bayi (balita) yang terjalin dan tidak rapi.
• Ngaloken Cincin Upah Tendi - Upacara keluarga pemberian cincin permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere atau dari Bibi ke Permain).
• Ngaloken Rawit - Upacara keluarga pemberian pisau (tumbuk lada) atau belati atau celurit kecil yang berupa permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere) - keponakan laki-laki.
Merdang Merdem
Merdang Merdem atau Kerja Tahun adalah sebuah perayaan suku Karo di Kabupaten Karo. Konon merdang merdem tersebut merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Teriring doa agar tanaman padi tersebut diberkati sehingga bebas dari hama dan menghasilkan panen yang berlimpah. Momen yang melibatkan seluruh warga kampung tersebut biasanya juga dimanfaatkan muda-mudi sebagai ajang mencari jodoh. Setiap acara merdang merdem biasanya dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron yaitu acara tari tradisional Karo yang melibatkan pasangan muda-mudi. Setiap kecamatan di Tanah Karo merayakan merdang merdem pada bulan yang berbeda. Kecamatan Munte merayakan merdang merdem pada hari ke-26 beraspati medem kalender Karo yang biasanya jatuh di bulan juli.
Konon, pesta sekampung tersebut sebegitu meriahnya sehingga lama perayaannya sampai enam hari dimana setiap hari mempunyai makna yang berbeda.
• Hari pertama, cikor-kor.
Hari tersebut merupakan bagian awal dari persiapan menyambut merdang merdem yang ditandai dengan kegiatan mencari kor-kor, sejenis serangga yang biasanya ada di dalam tanah. Umumnya lokasinya di bawah pepohonan. Pada hari itu semua penduduk pergi ke ladang untuk mencari kor-kor untuk dijadikan lauk makanan pada hari itu.
• Hari kedua, cikurung.
Seperti halnya pada hari pertama hari kedua ditandai dengan kegiatan mencari kurung di ladang atau sawah. Kurung adalah binatang yang hidup di tanah basah atau sawah, biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Karo.
• Hari ketiga, ndurung.
Hari ketiga ditandai dengan kegiatan mencari nurung, sebutan untuk ikan, di sawah atau sungai. Pada hari itu penduduk satu kampung makan dengan lauk ikan. Ikan yang ditangkap biasanya nurung mas, lele yang biasa disebut sebakut, kaperas, belut.
• Hari keempat, mantem atau motong.
Hari tersebut adalah sehari menjelang hari perayaan puncak. Pada hari itu penduduk kampung memotong lembu, kerbau, dan babi untuk dijadikan lauk.
• Hari kelima, matana.
Matana artinya hari puncak perayaan. Pada hari itu semua penduduk saling mengunjungi kerabatnya. Setiap kali berkunjung semua menu yang sudah dikumpulkan semenjak hari cikor-kor, cikurung, ndurung, dan mantem dihidangkan. Pada saat tersebut semua penduduk bergembira. Panen sudah berjalan dengan baik dan kegiatan menanam padi juga telah selesai dilaksanakan. Pusat perayaan biasanya di alun-alun atau biasa disebut los, semacam balai tempat perayaan pesta. Acara disitu dimeriahkan dengan gendang guro-guro aron dimana muda-mudi yang sudah dihias dengan pakaian adat melakukan tari tradisional. Perayaan tidak hanya dirayakan oleh penduduk kampung tetapi juga kerabat dari luar kampung ikut diundang menambah suasana semakin semarak. Pada hari itu pekerjaan paling berat adalah makan. Karena setiap kali berkunjung ke rumah kerabat aturannya wajib makan.
• Hari keenam, nimpa.
Hari itu ditandai dengan kegiatan membuat cimpa, makanan khas Karo, biasa disebut lepat. Cimpa bahan dasarnya adalah tepung terigu, gula merah, dan kelapa parut. Cimpa tesebut biasanya selain untuk hidangan tambahan setelah makan. Tidak lengkap rasanya merdang merdem tanpa kehadiran cimpa. Untuk kecamatan lain di Tanah Karo kegiatan nimpa diganti dengan ngerires yaitu acara membuat rires yang dalam bahasa indonesia disebut lemang. Cimpa atau lemang daya tahannya cukup lama, masih baik untuk dimakan meski sudah dua hari lamanya. Oleh karena itu cimpa atau rires cocok untuk dijadikan oleh-oleh bagi tamu ketika pulang.
• Hari ketujuh, rebu.
Hari tersebut merupakan hari terakhir dari serangkaian pesta enam hari sebelumnya. Pada hari tersebut tidak ada kegiatan yang dilakukan. Tamu-tamu sudah kembali ke tempat asalnya. Semua penduduk berdiam di rumah. Acara kunjung-mengunjungi telah selesai. Pergi ke sawah atau ladang juga dilarang pada hari itu. Seperti halnya arti rebu itu sendiri yang artinya tidak saling menegur, hari itu adalah hari penenangan diri setelah selama enam hari berpesta. Beragam kesan tinggal melekat dalam hati masing-masing penduduk kampung. Hari besok telah menanti untuk kembali melakukan aktivitas sebagaimana hari-hari biasanya.
Piso Surit
Piso dalam bahasa karo sebenarnya berarti pisau dan banyak orang mengira bahwa Piso Surit merupakan nama sejenis pisau khas orang karo. Sebenarnya Piso Surit adalah nama sejenis burung yang suka bernyanyi. Kicau burung ini bila didengar secara seksama sepertinya sedang memanggil-manggil seseorang dan kedengaran sangat menyedihkan.
Tarian Piso Surit adalah tarian yang menggambarkan seorang gadis yang sedang menantikan kedatangan kekasihnya. Penantian tersebut sangat lama dan menyedihkan dan digambarkan seperti burung Piso Surit yang sedang memanggil-manggil.
Lagu Piso Surit Diciptakan Oleh Djaga Depari salah seorang tokoh masyarakat karo sekaligus komponis nasional pada masa orde lama.
ayo invite BB 7A722B86 dan 7CB1A2A1
ayo join WA 085.643.455.685 dan 089.636.260.351
yuk's like @[178190515563030:1]
mau kenal dengan admin ?? silahkan add fb Syarifain Ghafur
insya Allah bermanfaat.
mohon bantuannya untuk menyebarluaskan status ini :) :) :). dan jangan lupa untuk like https://www.facebook.com/pages/Syarifain-Ghafur/178190515563030?ref=hl untuk mendapatkan status-status yang lain.
ayo join WA 085.643.455.685 dan 089.636.260.351
yuk's like @[178190515563030:1]
mau kenal dengan admin ?? silahkan add fb Syarifain Ghafur
insya Allah bermanfaat.
Ayo Join Cikarsya.com
mohon bantuannya untuk menyebarluaskan status ini :) :) :). dan jangan lupa untuk like https://www.facebook.com/pages/Syarifain-Ghafur/178190515563030?ref=hl untuk mendapatkan status-status yang lain.
pokoknya bantuin #share #like dan #comment ya :) :) :)
kami mempersembahkan artikel-artikel yang insya Allah akan menginspirasi.
jangan lupa like https://www.facebook.com/ci.tion untuk menambahkan informasi terbaru terkait penawaran paket wisata, pelatihan-pelatihan, snack and catering, lowongan kerja, les dan privat tingkat sd, smp, sma/sederajat, motivasi dan lainnya.
mau join sms gratis ?? kali ini dikhususkan kepada pengguna kartu Three silahkan untuk melakukan pendaftaran dengan cara, ketik : DAFTAR_Nama Lengkap_Kota Tinggal_Alamat Email kemudian kirimkan ke 089671454046.
Like Facebook Page, Follow Twitter atau add Google + CikarsyaSolution untuk terus mendapatkan informasi terbaru seputar Wisata Indonesia, Resep Makanan Gratis, Download Soal Gratis, Penawaran Design Jaket, Kemeja dan Koas, Dowload Film dan Download Software Gratis terbaru. Mau tukar follow maka tinggalkanlah pesan yang baik.
Mawi Tour and Travel merupakan salah satu penyedia jasa layanan wisata di Indonesia yang berkantor di Yogyakarta. Mawi Tour and Travel merupakan nama terbaru dari Cikarsya Tour and Travel.
Untuk melakukan pemesanan bisa langsung menghubungi :
Head Office : Sunten RT 08/32 Jomblangan Banguntapan Bantul Yogyakarta 55198
Telp. 089671454046 Email : cikarsya@gmail.com
Kami
juga menyediakan paket wisata Golden Sunrise Sikunir Dieng Plateau,
Wisata Karimun Jawa, Wisata Bali, Wisata Bandung, Wisata Pangandaran,
Wisata Rafting Sungai Elo dan Sungai Progo dan Paket Wisata lainnya.
Waspadai
berbagai macam penipuan yang mengatasnamakan Cikarsya Solution karena
kami tidak pernah memungut biaya sedikitun sebelum kesepakatan kedua
pihak disepakati.
Untuk melihat foto-foto kami bisa mengunjungi cikarsya.com
'klik' saja. Untuk sementara kami masih dalam proses maintenance
sehingga fotonya masih belum bisa kami publikasikan secara keseluruhan.
Untuk menikmati foto sebelum pemindahan www.cikarsya.blogspot.com ke www.cikarsya.com
bisa mengunjungi link berikut : Mawi Tour and Travel
# Kolom Iklan #
0 Komentar
CARA RESERVASI
WA / SMS / Call. 085.643.455.685
PIN BB 7A722B86
Kantor Pemasaran : Jalan Jogja-Solo KM 15 Bogem Kalasan Sleman Yogyakarta 'Toko Stiker Sahabat Motor dan Mobil'
Disarankan untuk reservasi menggunakan SMS mengingat kami sering mobile keluar kantor. Sampaikan penawaran yang diinginkan kemudian akan kami berikan penawaran dari kami.
LAYANAN SMS GRATIS
setelah setahun terhenti, insya Allah SMS Community akan berjalan lagi.
minat langganan status via sms, cukup ketik : IKUT ssbscommunity kemudian kirim ke 082-110-001-021
jika gagal berarti ada salah penulisan "IKUT ssbs community" nya.
untuk semua operator GSM.
# gratis sampai kapan pun
!! PESAN ADMIN !!
Kami selalu menghimbau agar semua member agar tetap mewaspadai segala bentuk penipuan yang mengatasnamakan Cikarsya On-Line, Intive, Inc dan SSBS Community karena kami tidak memungut biaya sepersen pun sebelum kesepakatan kedua belah pihak disepakati.
Harga sewaktu-waktu bisa berubah. Mohon untuk menanyakan terlebih dahulu sebelum bertransaksi.
Contact Admin : 085.643.455.685
Untuk melakukan Pemesanan silahkan klik cara pemesanan
Untuk mengetahui paket wisata silahkan klik Paket Wisata
Untuk mengetahuin paket catering silahkan klik Paket Catering
Untuk mengetahui paket privat silahkan klik Paket Privat
Untuk mengetahui Paket Kaos silahkan klik Paket Kaos
Untuk mengetahui Paket Backpaker dan Adventure silahkan klik Paket Backpaker dan Adventure
Untuk mengetahui Testimoni silahkan klik Testimoni
Untuk mengetahui Tentang Kami silahkan klik Tentang Kami